Rabu, 18 Februari 2009
Alam Pikir Keindonesiaan
Bissmilahirahmanirahim,
Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh
"Tak ada satu bangsa, terutama Eropa, percaya pada kami bangsa kulit
berwarna. Mereka bisa percaya dan sayang asal kekayaan bumi kami
diberikan pada mereka seboleh-bolehnya dengan cuma-cuma. Sehingga kami
miskin, mereka sejahtera. Mereka menjajah, kami dijajah.”
(Tirto Adhi Soerjo, 1880-1918)
Jika sejarah dibaca lebih luas, gagasan kemerdekaan republik Indonesia
yang berpijak pada keinginan menjadi sejahtera dengan mengelola sumber
daya [manusia dan alam] dengan tangan sendiri dapat kita temukan dari
Tan Malaka, Soekarno, Hatta, Syahrir dan Yamin.
Dari Tan Malaka
kita mewarisi semangat revolusi (dan anti diplomasi) untuk mengusir
penjajah. Dari Soekarno kita mewarisi trisakti: berdikari secara
ekonomi, berdaulat secara politik, berkepribadian secara budaya. Dari
Hatta kita mewarisi ekonomi kerakyatan [koperasi] yang menjadi sintesa
antara ekonomi komunis-kapitalis. Dari Syahrir kita mewarisi keadilan
sosial yang menjadi landasan akhir manusia Pancasila sehingga bersama
untuk bergotongroyong dan bergotongroyong untuk bersama. Dan, dari Yamin
kita mewarisi negara hukum [law governed state] yang menyamakan dan
membagi keadilan untuk semua. Refleksi dari nilai-nilai itulah yang
melandasi Pancasila dan UUD45.
Pertanyaannya, sejauh mana warisan maha karya itu kita warisi, kaji dan realisasi dalam jejak langkah pembangunan bangsa?
Sungguh sayang, harta karun itu saat ini hanya dijadikan "sampah" oleh
pemerintah. Rezim demi rezim yang berkuasa lebih senang memproduksi,
mengimpor, mencangkok, dan mengcopy-paste konsepsi (wacana), agensi
(aktor) dan mimpi dari luar negeri. Kita telah meninggalkan amanat
founding father itu. Alhasil, sekarang sistem yang berputar-putar
mengendalikan Sabang sampai Merauke adalah liberalisme. Sebuah sistem
"usang" karena kegagalannya membawa kesejahteraan, namun tetapi diimani,
dipeluk, dan dipuja-puji oleh sang pengabdi kekuasaan.
Hasilnya, rakyat meradang. Kemiskinan, pengangguran, keterbelakangan,
kebodohan, masih menjadi musuh utama bangsa yang sulit dimusnahkan. "Apa
kata dunia," teriak Nagabonar. Padahal, kita adalah negara yang
dikaruniai kekayaan luar biasa. Apa daya, negara ini salah kelola.
GERAKAN ALAM PIKIR INDONESIA ( GERAK API )
Menangis melihat kondisi ini. Tetesan air mata itu sekarang telah
berubah menjadi kesadaran untuk mengembalikan Alam Pikir KeIndonesiaan
sebagai fondasi, tiang, tembok, atap, dan perkakas "rumah Indonesia."
Untuk itu, dari hari ke hari, setapak demi setapak, kami akan terus
menempa diri, mengkaji kearifan sejarah. Kami yakin, usaha ini akan
menjadi bom waktu bagi perubahan yang sebenarnya.
Mari berjuang bersama kami,
Yakinlah Pasti Menang,
Bambu Runcing Mampu Kalahkan Bedil dan Senapan
Amin Ya Robbal Allamin...
Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh